Saranjana tak tercatat secara administrasi
Kepala Biro Administrasi Pimpinan Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, Berkatullah, menegaskan, Kota Saranjana tidak tercatat sebagai kabupaten maupun kota di Provinsi Kalimantan Selatan.
"Tidak tercatat secara administrasi," ujar Berkatullah, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu.
Kendati demikian, Berkatullah menambahkan, rumor mengatakan bahwa Kota Saranjana berada di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Terpisah, Dosen Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat, Mansyur, S.Pd., M.Hum, turut menjelaskan hal senada.
"Tidak tercatat secara administratif. Kalau lokasinya sekarang di Desa Oka-Oka, Kecamatan Pulau Laut Kepulauan, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan," ujarnya kepada Kompas.com, Sabtu.
Menurut Mansyur, lokasi Saranjana disebutkan berada di sebuah bukit kecil di Desa Oka-Oka. Bukit tersebut tampak indah karena berbatasan langsung dengan laut, tetapi dianggap angker oleh penduduk sekitar.
Baca juga: Ramai soal Bola Api Terbang Disebut Banaspati, Apa Itu?
Asal usul nama Saranjana
Lokasi Tanjung Saranjana di Pulau Laut yang diyakini merupakan lokasi Kota Saranjana. Saranjana menjadi ramai diperbincangan karena foto penampakan Kota Saranjana yang viral di media sosial.
Selain fakta dari sumber Hindia Belanda, Mansyur menyebutkan, masih terdapat sumber lain terkait Kota Saranjana.
"Sumber yang tentunya jangan sampai ditinggalkan. Untuk membuat mitos menjadi nyata, harus dimulai dari kemitosannya," tutur dia.
Pertama, ditilik dari sudut pandang bahasa, nama Saranjana, Sarangjana, atau Serandjana dalam tulisan naturalis Belanda memiliki kesamaan dengan Sarangtiung.
Wilayah Saranjana ada di selatan Pulau Laut, sementara daerah Sarangtiung berada di utara Pulau Laut.
"Apakah unsur kesamaan ini menunjukkan hubungan? perlu pendalaman. Hal yang pasti, menunjukkan tempat berupa 'sarang'," kata Mansyur.
Namun, dia berpendapat bahwa pembuktian unsur kesejarahan dalam konteks ini hanya sampai di sini.
Sebab, belum ada sumber yang menunjukkan adanya hubungan kedua wilayah ini. Artinya, pendapat ini hanya pencocokan atau cocoklogi yang belum bisa mencapai taraf hipotesis.
Baca juga: Hidup di Kapal Yacht Selama 5 Tahun, Ika Permatasari-Olsen: Tak Ada Rencana Menetap Lagi di Darat
Kedua, lanjut Mansyur, apabila dibandingkan dengan kosakata India, maka "Saranjana" berarti tanah yang diberikan.
Kendati demikian, pendapat ini juga masih dalam tahap cocoklogi. Apalagi, belum pernah ditemukan peninggalan "wujud budaya" hasil Indianisasi di Pulau Laut.
Penelusuran ketiga, bersumber dari lisan warga lokal dalam publikasi "Myths in Legend of Halimun Island Kingdom in Kotabaru Regency" oleh Normasunah.
"Normasunah berpendapat sesuai mitos. Gunung Saranjana merupakan jelmaan dari tokoh Sambu Ranjana dalam Legenda Kerajaan Pulau Halimun," papar Mansyur.
Dalam mitos itu, Raja Pakurindang mengatakan:
"Sambu Batung, engkau dan Putri Perak tinggallah di utara pulau ini. Teruskan rencanamu membuka diri dan membaur di alam nyata. Dan engkau Sambu Ranjana tinggallah di selatan, lanjutkan niatmu menutup diri. Aku merestui jalan hidup yang kalian tempuh. Namun ingat, meskipun hidup di alam berbeda, kalian harus tetap rukun. Selalu bantu-membantu dan saling mengingatkan."
"Kesimpulannya, nama Sambu Ranjana inilah yang kemudian mengalami 'evolusi' pelafalan menjadi 'Saranjana' dalam lidah orang lokal," ungkap dia.
Baca juga: Kisah Nuri dan Haris, Mereka yang Berhasil Melewati Badai Bernama Kanker
Kota Jepara di Jawa Tengah. (Instagram @visitjepara)
MENGULIK alasan mengapa Jepara disebut Kota Ukir. Kabupaten Jepara yang terletak di ujung utara Jawa Tengah memiliki keindahan alam luar biasa. Masyarakat Jepara sangat kreatif. Mereka jago dalam membuat seni ukir kayu.
Hasil atau karya ukir kayu masyarakat Jepara bukan hanya dikenal di Indonesia, tapi juga sampai mancanegara.
Mengutip dari laman Indonesia.go.id, keahlian ukir masyarakat Jepara rupanya telah melegenda sejak zaman Raja Brawijaya dari Kerajaan Majapahit yang diceritakan secara turun temurun.
Saking kuatnya legenda tersebut, membuat masyarakatnya yakin jika kota ini terkenal akan ukirannya dan para pengukirnya begitu mahir membuat karya seni tiga dimensi ini.
Konon seorang pelukis dan pengukir yang handal bernama Prabangkara, dipanggil oleh Raja Brawijaya untuk melukis istrinya dalam keadaan tanpa busana sebagai wujud cinta sang raja. Sebagai pelukis, ia pun menuruti perintah sang Raja melalui imajinasinya tanpa boleh melihat permaisuri dalam keadaan tanpa busana.
Sebagai ahli, Prabangkara melakukan tugasnya dengan sempurna hingga kotoran seekor cicak jatuh mengenai lukisan itu sehingga lukisan permaisuri mempunyai tahi lalat.
Raja yang mulanya sangat puas menjadi marah dan menuduhnya melihat permaisuri tanpa busana karena lokasi tahi lalatnya persis dengan kenyataannya.
Prabangkara pun dihukum dengan diikat di layang-layang, diterbangkan, dan jatuh di Belakang Gunung yang kini bernama Mulyoharjo. Ia kemudian mengajarkan ilmu ukir kepada warga Jepara dan kemahiran ukir tersebut bertahan hingga sekarang.
Ukiran Jepara sejatinya telah ada sejak zaman pemerintahan Ratu Kalinyamat pada 1549. Anak perempuan Ratu yang bernama Retno Kencono memiliki peranan yang besar bagi perkembangan seni ukir.
Kala itu, kesenian ukir berkembang dengan sangat pesat ditambah dengan adanya seorang menteri bernama Sungging Badar Duwung yang berasal dari Champa dan sangat ahli dalam seni ukir. Sementara untuk wilayah Belakang Gunung diceritakan terdapat sekelompok pengukir yang bertugas untuk melayani kebutuhan ukir keluarga kerajaan.
Kelompok ini diketahui memiliki perkembangan yang begitu pesat hingga menyebar ke desa-desa tetangga. Namun, sepeninggal Ratu Kalinyamat, perkembangan mereka terhenti dan baru berkembang kemudian di era Kartini, pahlawan wanita yang lahir di Jepara.
Peranan Raden Ajeng Kartini dalam pengembangan seni ukir juga terbilang sangat besar. Ia melihat kehidupan para pengrajin ukir yang tak beranjak dari kemiskinan membuatnya terusik.
Kartini pun memanggil beberapa pengrajin dari daerah Belakang Gunung untuk bersama-sama membuat ukiran seperti peti jahitan, meja kecil, figura, tempat perhiasan, dan barang cinderamata lainnya.
Hasil karya itu dijual oleh Raden Ajeng Kartini ke Semarang dan Batavia (sekarang Jakarta), sehingga diketahui kualitas karya seni ukir dari Jepara ini.
Tak sekedar di kawasan itu, Raden Ajeng Kartini juga mulai memperkenalkan karya seni ukir Jepara ke luar negeri dengan memberikan berbagai cinderamata kepada teman-temannya di luar negeri.
Itulah alasan mengapa Jepara disebut sebagai Kota Ukir.
Asal nama Jepara berasal dari kata \x22ujung para\x22, kemudian berubah menjadi \x22ujung mara\x22 dan \x22Jumpara. Kata \x22ujung para\x22 dapat diartikan sebagai tempat pemukiman para pedagang yang berniaga ke berbagai daerah.
Menurut buku Sejarah Dinasti Tang (618-906 M) pada 674 M seorang musafir Tionghoa bernama I-Tsing pernah berkunjung ke negeri Holing atau Kaling atau Kalingga yang juga disebut Jawa. Keraaan ini diyakini berada di Keling, kawasan timur Jepara sekarang. Kaling dipimpin raja wanita bernama Ratu Shima yang dikenal tegas.
Penulis Portugis bernama Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental, Jepara baru dikenal pada abad ke-XV (1470 M). Sebagai bandar perdagangan yang kecil dan baru ada 90-100 orang. Jepara dipimpin oleh Aryo Timur dan berada dibawah pemerintahan Demak.
Kemudian Aryo Timur digantikan oleh putranya yang bernama Pati Unus (1507-1521). Pati Unus mencoba untuk membangun Jepara menjadi kota niaga. Pati Unus dikenal sangat gigih melawan penjajahan Portugis di Malaka yang menjadikan mata rantai perdagangan Nusantara.
Setelah Pati Unus wafat, penggantinya adalah sang ipar, Faletehan/Fatahillah yang berkuasa (1521-1536). Kemudian pada tahun 1536 oleh penguasa Demak yaitu Sultan Trenggono, Jepara diserahkan kepada anak dan menantunya yaitu Ratu Retno Kencono dan Pangeran Hadirin, suaminya.
Namun setelah tewasnya Sultan Trenggono dalam Ekspedisi Militer di Panarukan Jawa Timur pada tahun 1546, timbulnya geger perebutan tahta kerajaan Demak yang berakhir dengan tewasnya Pangeran Hadiri oleh Aryo Penangsang pada tahun 1549.
Pada kematian orang-orang yang dikasihi membuat Ratu Retno Kencono sangat berduka dan meninggalkan kehidupan istana untuk bertapa di bukit Danaraja. Setelah terbunuhnya Aryo Penangsang oleh Sutowijoyo, Ratu Retno Kencono bersedia turun dari pertapaan dan dilantik menjadi penguasa Jepara dengan gelar Nimas Ratu Kalinyamat.
Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat (1549/1579), Jepara berkembang pesat menjadi bandar niaga utama di pulau Jawa yang melayani ekspor dan impor. Disamping itu menjadi pangkalan angkatan laut yang dirintis sejak masa kerajaan Demak.
Sebagai seorang penguasa Jepara yang gemah ripah loh jinawi karena keberadaan Jepara pada saat itu sebagai Bandar Niaga yang sangat ramai, Ratu Kaliyamat dikenal mempunyai jiwa patriotisme yang anti penjajahan. Itu dibuktikan dengan pengiriman armada perangnya ke Malaka untuk mengempur Portugis pada tahun 1551 dan tahun 1574.
Tidak berlebihan jika orang Portugis saat itu menyebut sang Ratu sebagai Rainha de epara Sonora de Rica, yang memiliki arti Raja Jepara seorang wanita yang sangat berkuasa dan kaya raya.
Pada saat itu serangan ratu yang gagah berani itu melibatkan hampir 40 buah kapal yang berisikan kurang lebih 5.000 orang prajurit. Tapi serangan tersebut gagal, namun semangat patriotisme Ratu tidak pernah luntur dan gentar menghadapi penjajah bengsa portugis, yang di abad 16 itu sedang dalam puncak kejayaan dan diakui sebagai bangsa pemberani di Dunia.
Pada Oktober 1574 sang Ratu Kelinyamat mengirimkan armada militernya yang lebih besar di Malaka. Ekspedisi militer kedua ini melibatkan 300 buah kapal diantaranya 80 buah kapal jung besar berawak 15 ribu orang prajurit pilihannya. Pengiriman armada militer kedua ini dipimpin oleh panglima terpenting dalam kerajaan yang disebut orang Portugis sebagai Quilimo.
Sebagai peninggalan sejarah dari perang besar antar Jepara dan Portugis, sampai sekarang masih terdapat di Malaka Komplek kuburan yang disebut sebagai makam Tentara Jawa. Selain itu tokoh Ratu Kalinyamat juga sangat berjasa dalam budayakan seni ukir yang sekarang ini jadi andalan utama ekonomi Jepara yaitu perpaduan seni ukir Majapahit dengan seni ukir patih Badardawung yang berasal dari negeri Cina.
Menurut sejarah Ratu Kalinyamat wafat pada tahun 1579 dan dimakamkan di desa Mantingan Jepara, disebelah makam suaminya Pangeran Hadiri. Pada semua aspek positif yang telah dibuktikan oleh Ratu Kalinyamat sehingga Jepara menjadi negeri yang makmur, kuat dan sejahtera. Maka penetapan hari jadi Jepara yang mengambil waktu beliau dinobatkan sebagai penuasa Jepara atau yang bertepatan dengan tanggal 10 April 1549 ini telah ditandai dengan Candra Sengkala Trus Karya Tataning Bumi atau terus bekerja keras membangun daerah.
Selain itu muncullah beberapa tempat wisata yang sangat indah di kota Jepara seperti pantai, bukit, air terjun, hingga gunung yang sangat indah. Yang paling banyak diincar wisatawan adalah keindahan pantainya, tidak hanya pasir dan tempat pantai yang bersih melainkan berkat pemandangan yang alami.
Kalau ingin healing ke pantai adalah pilihan tepat, cocok jadi tempat bersantai sambil menikmati pemandangan matahari terbenam berwarna kuning keemasan yang sangat eksotis. Dan wisata alam yang unggulan dan ikonik dari kabupaten Jepara adalah Pulau Karimunjawa. Dari kota menuju tempat tersebut kita harus menyeberang dengan kapal selama 3-5 jam.
Walaupun jauh tapi keidahan alam di Karimunawa berhasil menghipnotis banyak wisatawan terutama akan keindahan bawah laut yang masih sangat asri dan terjaga dengan baik.
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Wenn dies deiner Meinung nach nicht gegen unsere Gemeinschaftsstandards verstößt,
Kota Jepara adalah kota kecil di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Jepara terletak di pantai utara Jawa, utara-timur dari Semarang, tidak jauh dari Gunung Muria. Itu juga merupakan kota utama distrik Jepara, yang memiliki populasi sekitar 1 juta. Jepara dikenal sebagai Kota Ukir seni Jawa serta tempat kelahiran Kartini, pelopor di bidang hak-hak perempuan untuk Indonesia. Populasi adalah hampir seluruhnya Jawa dan lebih dari 95% Muslim. visit:
Pariwisata yang terkenal di kota Jepara diantaranya:
dan masih banyak lagi gan,
Jepara dikenal untuk industri mebel yang, terutama furniture jati. Industri ini mempekerjakan sekitar 80.000 orang, yang bekerja di sejumlah besar lokakarya terutama kecil. Perdagangan telah membawa kemakmuran yang cukup besar untuk Jepara, jauh di atas rata-rata untuk Jawa Tengah. Karena ada perdagangan ekspor yang besar, penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan mata uang lainnya mungkin telah menyebabkan peningkatan pendapatan untuk [pembuat mebel].
KOMPAS.com - Kota Saranjana kembali menjadi buah bibir di media sosial usai viralnya video yang merekam penampakan awan menyerupai gedung-gedung perkotaan.
Video tersebut diunggah pertama kali oleh akun Instagram @laluferdian, pada Rabu (24/1/2023).
Kemudian, pengunggah kembali mengunggah video serupa di akun TikTok @professorgila, Kamis (24/1/2023).
Tampak dalam video yang direkam menggunakan drone, gugusan awan di kejauhan menyerupai gedung-gedung atau bangunan sebuah kota.
"Kata temen saya drone saya nggak sengaja merekam kota ghoib saranjana," narasi dalam video.
"Itu awan atau kota saranjana gais, rekaman footage drone sore ini," tulis pengunggah dalam akun Instagram.
Video awan yang disebut Kota Saranjana ini pun menyebar ke berbagai media sosial lain. Di TikTok misalnya, akun ini dan ini membagikan video serupa dan telah ditonton hingga jutaan kali.
Sementara di media sosial Twitter, video diunggah oleh akun ini, pada Selasa (31/1/2023).
Lantas, benarkah Kota Saranjana benar-benar ada?
Baca juga: Menelusuri Kota Gaib Saranjana, Lokasi, Penamaan, hingga Sejarahnya
Saat dikonfirmasi, Lalu Ferdian selaku pemilik video mengatakan, penampakan yang terekam drone hanyalah awan biasa dan tidak ada hubungannya dengan Kota Saranjana.
"Itu hanya jejeran awan saja yang mirip sekali dengan jejeran siluet gedung bertingkat," kata dia kepada Kompas.com, Sabtu (4/2/2023).
Bukan di Kalimantan Selatan seperti rumor lokasi Saranjana berada, Lalu menjelaskan bahwa video tersebut diambil di salah satu kampung di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman.
"Di kampung saya, di Kecamatan Ngaglik, Sleman, Yogyakarta," tuturnya.
Kerajaan Saranjana disebut dari Suku Dayak Samihim
Di sisi lain, apabila menelusuri keberadaan wilayah Saranjana dalam perspektif ilmiah, terdapat dugaan bahwa Saranjana adalah wilayah kekuasaan dari Suku Dayak yang bermukim di Pulau Laut.
"Suku Dayak yang dimaksud adalah Dayak Samihim, subetnis suku Dayak yang mendiami daerah timur laut Kalimantan Selatan," ujar Mansyur.
Berbentuk negara suku dari Suku Dayak Samihim, Kerajaan Saranjana muncul sebelum 1660-an atau pada pra-abad ke-17 Masehi.
Mansyur menjelaskan, kepala suku pertama adalah Sambu Ranjana yang semua menganut kepercayaan animisme.
Namun seiring perkembangannya, Sambu Ranjana mulai mendapat pengaruh Hindu lama.
"Pada akhirnya, kelompok Suku Dayak Samihim meninggalkan wilayah Saranjana akibat perang dengan kekuatan asing yang datang dengan perahu, menyerang penduduk dan menghancurkan wilayahnya," terang dia.
"Walaupun sudah meninggalkan wilayahnya, nama pusat kekuasaan Suku Dayak Samihim di Pulau Laut, sampai sekarang tetap dinamakan dengan Saranjana," lanjutnya.
Baca juga: Kisah Rumah Mewah Ibu Eny yang Terbengkalai dan Tiko yang Setia Rawat Ibunya
Saranjana tercatat pada peta zaman Hindia Belanda
Peta Salomon Muller, 1845
Mansyur selaku Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial, dan Budaya Kalimantan ini mengatakan, keberadaan Saranjana dalam perspektif sejarah adalah fakta.
Hal tersebut ditunjukkan oleh Salomon Muller, seorang naturalis berkebangsaan Jerman dalam peta bertajuk "Kaart van de Kust-en Binnenlanden van Banjermasing behoorende tot de Reize in het zuidelijke gedelte van Borneo" atau peta wilayah pesisir dan pedalaman Borneo.
Peta pada 1845 silam ini mengambarkan, ada wilayah yang tertulis sebagai Tandjong (hoek) Serandjana.
Tandjong ini terletak di sebelah selatan Pulau Laut, tepatnya berbatasan dengan wilayah Poeloe Kroempoetan dan Poeloe Kidjang.
Terkait kapasitas sebagai pembuat peta, Mansyur pun menuturkan bahwa Salomon Muller telah mendapatkan pelatihan dari Museum Leiden.
Muller kala itu juga tengah melakukan perjalanan penelitian tentang dunia binatang dan tumbuhan di kepulauan Indonesia.
"Belum bisa dipastikan apakah Salomon Muller pernah berkunjung ke Tandjong (hoek) Serandjana sebelum memetakannya," jelas Mansyur.
Baca juga: Misteri Satu Hari Aneh di Kanada, Jejak Napas Membeku Lama di Udara dan Telinga Mendengar Suara Sejauh 6 Km
Selain itu, Muller pun tak pernah menyinggung kota ini dalam beberapa artikel yang diterbitkan Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.
Peta yang memuat Tandjong (hoek) Serandjana tersebut, termuat dalam "Reizen en onderzoekingen in den Indischen Archipel", seri pertama yang diterbitkan Staatsbibliothek zu Berlin.
"Peta ini dibuat 18 tahun sebelum Salomon Muller meninggal dunia pada tahun 1863," kata Mansyur.
Di sisi lain, profesor geografi dan etnologi Belanda, Pieter Johannes Veth, turut membagikan informasi seputar Serandjana.
Informasi tersebut tertuang dalam kamus Aardrijkskundig en statistisch woordenboek van Nederlandsch Indie: bewerkt naar de jongste en beste berigten, halaman 252, terbitan Amsterdam oleh P.N. van Kampen pada 1869.
Veth menuliskan, "Sarandjana, kaap aan de Zuid-Oostzijde van Poeloe Laut, welk eiland aan Borneo's Zuid-Oost punt is gelegen."
Kalimat tersebut memiliki arti kurang lebih, "Sarandjana, tanjung di sisi selatan Poeloe Laut, yang merupakan pulau yang terletak di bagian tenggara Kalimantan."
Baca juga: Video Viral Jembatan Suramadu 2008 Dikaitkan Dunia Lain, Ini Kata Perekamnya
Hanyalah kota angan-angan
Mansyur menerangkan, hipotesis lain mengatakan bahwa Saranjana merupakan mitos tentang daerah atau pemerintahan kerajaan maju yang menjadi cita-cita Pangeran Purabaya dan anaknya, Gusti Busu dari Kerajaan Pulau Laut.
"Jadi wilayah Saranjana adalah semacam memori kolektif, yakni sebagai negeri impian dari pemilik pertama tanah apanaze Pulau Laut ini," kata Mansyur.
Hipotesis kedua ini, lebih condong ke pemahaman bahwa Saranjana tidak nyata. Menurut Mansyur, posisi Saranjana hanya sebagai memori kolektif.
Lambat laun, kota ini pun menjadi mitos sebuah wilayah impian atau negeri angan-angan masyarakat pendukungnya.
"Oleh karena itu, mitos inilah yang berkembang sampai sekarang. Dalam mitos, selalu digambarkan Saranjana memang menjadi wilayah yang maju," pungkasnya.